artikel Bisnis, artikel pajak

Pajak 0,5% di Marketplace: Beban Baru atau Kesetaraan untuk Pelaku UMKM?

Pajak 0,5% di Marketplace: Beban Baru atau Kesetaraan untuk Pelaku UMKM? Pada akhir Juni 2025, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak menyatakan rencana pungutan pajak sebesar 0,5% untuk pedagang online di berbagai marketplace. Rencana ini menuai berbagai respons, mulai dari dukungan atas upaya pemerintah menyetarakan beban pajak antar pelaku usaha, hingga kekhawatiran para pelaku UMKM digital yang merasa akan semakin terjepit. Pertanyaannya kini adalah: apakah kebijakan ini merupakan beban baru, atau justru langkah menuju keadilan fiskal?

Dalam menghadapi perubahan regulasi seperti ini, pelaku usaha terutama UMKM sering kali merasa kesulitan memahami kewajiban pajak mereka. Di sinilah pentingnya pendampingan profesional. MAB Consulting hadir untuk membantu kesiapan pelaku usaha. Dengan layanan konsultasi pajak yang tidak hanya informatif tapi juga solutif, MAB Consulting membantu bisnis kecil hingga menengah memahami, menghitung, dan mematuhi kewajiban perpajakan secara tepat dan efisien. Hubungi kami melalui nomor 0877 9419 2444.

Selain konsultasi pajak, MAB Consulting juga menyediakan layanan konsultasi keuangan, SDM dan sistem akuntansi yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaku UMKM di era digital. Kami memahami bahwa tantangan setiap pelaku usaha berbeda oleh karena itu, solusi kami pun bersifat personal dan aplikatif.

Apa Itu Pajak 0,5% dan Siapa yang Terdampak?

Pajak 0,5% yang dimaksud mengacu pada skema PPh Final berdasarkan PP 55/2022, yang sebelumnya sudah berlaku bagi pelaku usaha dengan omzet tahunan di bawah Rp4,8 miliar. Namun dalam konteks marketplace, rencana ini menempatkan platform seperti Tokopedia, Shopee, dan lainnya sebagai pihak yang memungut pajak secara langsung dari transaksi para pedagang. Artinya, pedagang tidak lagi membayar pajak secara manual, tapi dipotong otomatis oleh sistem marketplace.

Pemerintah menyebut langkah ini sebagai bagian dari strategi “integrasi pajak digital”, yang bertujuan menata sektor ekonomi digital yang tumbuh pesat namun belum seluruhnya terpantau. Menurut data DJP, banyak pelaku UMKM online belum memiliki NPWP atau belum melaporkan penghasilan mereka secara formal.

Beban atau Kesetaraan?

Bagi sebagian pelaku usaha, khususnya yang baru memulai dan masih merintis, pemotongan 0,5% terasa seperti “pajak tambahan” yang membebani margin keuntungan yang sudah tipis. Apalagi jika digabungkan dengan biaya komisi marketplace, ongkir, dan promosi digital yang seringkali harus ditanggung sendiri oleh pedagang.

Namun di sisi lain, banyak pihak menilai bahwa skema ini justru menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha online dan offline. Selama ini, pelaku usaha offline telah diwajibkan membayar pajak secara teratur. Jika pelaku digital tidak dikenakan pajak yang sama, maka ada ketimpangan dalam sistem perpajakan nasional.

Bagaimana Dampaknya Bagi UMKM?

Efek utama tentu terasa pada sisi cash flow. Pemotongan langsung dari transaksi bisa menyebabkan arus kas terganggu jika tidak diperhitungkan sejak awal. UMKM yang tidak terbiasa menyusun laporan keuangan atau proyeksi bulanan berpotensi mengalami kekurangan dana operasional tanpa menyadari sumber masalahnya berasal dari potongan pajak otomatis ini.

Selain itu, ada tantangan administratif: pelaku UMKM yang sebelumnya belum memiliki NPWP atau belum melakukan pelaporan pajak, kini akan terdorong untuk masuk ke sistem formal. Bagi yang tidak siap, hal ini bisa terasa membingungkan dan merepotkan.

Namun dampaknya tidak melulu negatif. Dengan masuknya UMKM digital ke dalam sistem formal, mereka memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan akses pembiayaan bank, kerja sama dengan mitra korporasi, hingga mengikuti tender pemerintah. Formalisasi ini bisa menjadi jalan menuju pertumbuhan bisnis yang lebih berkelanjutan.

Apa yang Harus Dilakukan Pelaku Usaha?

  • Pertama, penting bagi setiap pedagang online untuk mengetahui apakah omzet mereka sudah melebihi ambang batas yang dikenai pajak.
  • Kedua, pastikan legalitas usaha telah lengkap, termasuk NPWP, NIB, dan pencatatan transaksi yang rapi.
  • Ketiga, mulai sisihkan secara rutin persentase tertentu dari pendapatan untuk menutupi kewajiban pajak, agar arus kas tetap sehat.
  • Keempat, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika merasa kewalahan menghadapi peraturan pajak yang terus berkembang.

Banyak pelaku usaha merasa mampu mengurus sendiri pajaknya, hingga akhirnya berurusan dengan denda atau sanksi karena salah hitung atau tidak lapor tepat waktu.

Peran Konsultan Pajak: Investasi, Bukan Beban

Dalam kondisi seperti ini, menggunakan jasa konsultan pajak bukanlah pemborosan, tapi investasi jangka panjang. Konsultan pajak dapat membantu memastikan bahwa pelaku usaha tidak hanya patuh, tapi juga efisien dalam membayar pajak. Mereka juga bisa memberi saran untuk optimalisasi struktur biaya dan skema perpajakan yang paling sesuai dengan jenis usaha yang dijalankan.

Apalagi di tengah banyaknya perubahan kebijakan fiskal dan regulasi digital, memiliki konsultan pajak yang memahami dinamika bisnis online adalah nilai tambah yang besar. Dan di sinilah MAB Consulting hadir sebagai mitra yang bisa diandalkan.

Jika Anda pelaku usaha yang merasa kebingungan menghadapi rencana penerapan pajak 0,5% di marketplace, atau sekadar ingin memastikan bahwa Anda berada di jalur yang benar secara perpajakan, hubungi MAB Consulting sekarang juga. Tim kami siap membantu Anda memahami kewajiban pajak, menyusun strategi efisien, dan menjaga keberlangsungan bisnis Anda di tengah perubahan kebijakan. Jangan tunggu sampai terlambat.

PT. Mitra Akselerasi Bersama – 0877 9419 2444

Office 1 :

Jl. Taman Cokroaminoto no 4 RT / RW 001 / 008 Kelurahan Dr. Soetomo Kecamatan Tegalsari Kota Surabaya 60264

Office 2 :

Regus – Pakuwon Center,
Jl. Embong Malang no 1 – 5 On 23rd Floor, Tegalsari ,Kota Surabaya

Office 3 :

Perumahan Citraland Quenstown Blok Q1 No. 56

Sambikerep, Surabaya 60216

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *